Masa Depan Enrekang dalam Secangkir Kopi

    Oleh: Wawan Kurniawan, Penulis esai, cerpen, serta puisi. Pernah menjadi narasumber pada Pekan Literasi 2019 Dispustaka Enrekang

    Apa yang masa depan janjikan untuk Enrekang? Beberapa tempat memiliki masa depan, beberapa lagi hanya mengandalkan masa silam, selebihnya bertarung dengan aliran waktu yang deras tak terbendung. Melontarkan pertanyaan itu tentu saja bukan tanpa alasan, mengunjungi Enrekang serupa dengan berkunjung pada pertanyaan-pertanyaan baru.

    Setelah seorang kawan menyuguhkan secangkir kopi sore itu, saya mulai menimbang-nimbang beberapa hal tentang kopi. Apa yang bisa kopi berikan untuk Enrekang? Apakah kopi mampu menjadi masa depan untuk Enrekang? Dan sejumlah pertanyaan lain yang muncul satu per satu. Kita hidup di sebuah negara yang menempati peringkat keempat penghasil kopi terbesar di dunia, setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia. Sejarah kopi di Indonesia sebenarnya dapat kita jadikan sebagai cerminan, bahwa kopi menjadi sesuatu yang bernilai tinggi sejak dulu.

    Bila ingin lebih mengkerucut lagi, salah satu kopi terbaik yang kita miliki adalah jenis kopi arabika. Jenis kopi yang hanya dapat kita jumpai di dua negara, Brazil dan Indonesia. Di Enrekang sendiri, kita dapat menemukan surga kopi terbaik yang terdapat di Kelurahan Kalosi, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang. Salah satu jenis kopi arabika yang menjanjikan. Kopi Kalosi mungkin akan menjadi bagian dari jawaban saya yang pertama.

    Jeanette M. Fregulia,  menulis sebuah buku yang berjudul A Rich and Tantalizing Brew: A History of How Coffee Connected the World dan bercerita tentang kopi. Ada banyak buku yang bercerita tentang kopi, namun salah satu keunikan dalam buku ini adalah penulis menjelaskan bagaimana kekuatan kopi. Meski penyebaran dan sejarah kopi serupa dengan coklat, gula, teh, dan zaitun, kopi memiliki keistimewaan tersendiri. Kopi mampu memberi pengaruh pada struktur sosial sebuah tempat. Kopi juga membawa ruang-ruang baru dalam berbagai bidang. Yang terpenting tentu saja, bagaimana kopi tersebut dikelolah dengan baik.

    Kopi Kalosi mulai dikenal sejak tahun 2008 saat dipamerkan dalam sebuah pameran ECO Product yang dilangsungkan oleh salah satu perusahaan Jepang. Pengunjung ramai dan bergantian menikmati secangkir kopi Kalosi Enrekang. Berselang enam tahun setelah pameran tersebut, Kopi Kalosi kembali menjadi sorotan setelah mengalahkan 34 jenis kopi yang diikutsertakan dalam Indonesian Coffee Festival tahun 2014 di Bali. Kini, keberadaan kopi Kalosi bahkan mampu merambah ke tingkat internasional.

    Beberapa negara seperti Korea Selatan, Australia, Norwegia, Jerman, Amerika Serikat, hingga Jepang menjadi negara yang begitu menyukai kopi Kalosi. Bahkan jumlah persentase dari kopi yang diperjual belikan di Jepang mencapai empat puluh persen. Kopi ini menjadi barang mewah bagi masyarakat Jepang. Menikmati kopi Kalosi tentu akan menjadi pengalaman berharga bagi para penikmat kopi. Berbagai kelebihan mulai dari rasa dan tekstur mampu memanjakan para penikmatnya.

    Di Enrekang, seperti beberapa tempat lainnya di Indonesia, usaha warung kopi dan kafe semakin berkembang. Fenomena ini tentu menjadi kabar baik bagi para petani kopi. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Enrekang jumlah produksi kopi tahun 2018 mencapai 8.816 ton. Jumlah itu, jauh meningkat jika dibandingkan produksi kopi di tahun 2017 yang hanya mencapai 6.687,9 ton. Ironisnya, peningkatan produksi malah dihantui dengan berkurangnya lahan produksi kopi di Enrekang. Beberapa petani mulai beralih ke tanaman hortikultura. Langkah itu karena para petani menganggap jika kopi tak memberikan hasil yang diharapkan.

    Potensi Lokal Enrekang 

    Kopi Kalosi tentu saja mampu menjadi jawaban untuk menghadapi tantangan masa depan di Enrekang. Pasalnya, Enrekang adalah tempat ideal untuk kopi Kalosi, sebab kopi itu hanya dapat tumbuh di dataran tinggi yang lebih tinggi dari 1500 meter di atas permukaan laut. Sedangkan Enrekang, ketinggian tanah mencapai lebih dari 1700 meter. Suhu yang ada di Enrekang sangat sesuai dengan tanaman kopi. 

    Di Indonesia, jenis kopi ini hanya bisa tumbuh di Kabupaten Enrekang dan perkebunan kopi dikembangkan oleh masyarakat dan tersebar di beberapa kecamatan, yakni Kecamatan Bungin, Baraka, Alla, Buntu Batu, Curio, Masalle, Baroko dan sebagian kecil di wilayah Kecamatan Enrekang, Malua dan Anggeraja.

    Bila kini Enrekang berhasil membawa kopi Kalosi hingga keluar negeri, sudah semestinya potensi tersebut tetap dikembangkan. Betapa payahnya bila peluang itu mesti kita sia-siakan hanya karena manajemen yang kurang. Para petani juga patut untuk disejahterahkan dengan program pendukung dari pemerintah setempat.

    Darmin Nasution dalam bukunya yang berjudul, “Arah Kebijakan Kopi Indonesia Menghadapi Tantangan Kompetisi, Perubahan Iklim, dan Kondisi Kopi Dunia”  mencoba menjelaskan optimisme dalam menguasai kopi dunia. Berbagai strategi ditawarkan dalam memajukan kopi di Indonesia. Salah satunya membawa kopi dalam konsep pendidikan, Darmin berharap akan ada SMK Kopi.

    Jika SMK Kopi tersebut dirancang dengan baik, bukan tidak mungkin, Enrekang dapat menjadi salah satu daerah yang menerapkan dan menikmati hasil maksimal di masa depan. Sekali lagi, seperti yang dikatakan Jeanette M. Fregulia dalam bukunya, “Kopi adalah sesuatu yang istimewa, kopi mampu merubah segalanya.” Dan selanjutnya, marilah kita melihat masa depan Enrekang dalam secangkir kopi yang dapat kita seduh di berbagai belahan dunia. 

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *