Pegunungan Latimojong sebagai Taman Wisata Alam

oleh Muhammad Arqam

Dewasa ini, kebanyakan orang memilih melakukan perjalanan ke alam bebas, seperti mendaki gunung, camping (berkemah) serta mengunjungi wisata-wisata alam. Tentu, tujuan utamanya adalah berlibur bersama dengan teman se-profesi, kerabat ataupun keluarga. Perjalanan ke tempat yang menyajikan panorama alam yang asri, indah, menantang, nan menakjubkan adalah dambaan setiap generasi muda saat ini khususnya bagi para pendaki gunung.

Pendaki adalah orang yang melakukan perjalanan menuju ketinggian di gunung dan atau pegunungan tertentu melalui prosedur dan manajemen yang terencana. Adapun wisata alam dapat diartikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di pelbagai kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Pendaki gunung adalah aktivitas wisata alam yang dilakukan seseorang atau kelompok dalam melakukan kegiatan atau berolahraga di gunung dan pegunungan.

Kabupaten Enrekang, Kecamatan Buntu Batu, tepatnya di Desa Latimojong, dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, merupakan destinasi favorit para pendaki gunung. Tujuannya adalah menapaki puncak Rante Mario yang merupakan puncak tertinggi di pegunungan Latimojong dan sekaligus termasuk bagian dari tujuh puncak tertinggi di Indonesia (Seven Summits of Indonesia). Suatu kebanggaan tersendiri bagi para pendaki apabila berhasil menapaki puncak tertinggi di pulau Sulawesi ini.

Desa Latimojong yang berada tepat di kaki gunung Latimojong terbagi ke dalam enam dusun, dimana salah satu dusunnya yaitu Dusun Karangan merupakan jalur umum yang dilalui oleh para pendaki menuju puncak Rante Mario. Dusun Karangan merupakan tempat peristirahatan atau basecamp sebelum melakukan pendakian. Hal itu menyebabkan hampir setiap bulan Dusun Karangan dipadati oleh para pendaki dari berbagai kalangan dan dari seluruh pelosok tanah air. Sehingga, tidak dapat dipungkiri bahwa Desa Latimojong khususnya Dusun Karangan sangat potensial dijadikan sebagai salah satu wilayah pengelolah wisata pendakian.

Bercermin dari beberapa desa di pelbagai wilayah tanah air, seperti Desa Ranupane gunung Semeru, Provinsi Jawa Timur dan Desa Sembalun yang terletak di gunung Rinjani NTB, dimana kedua desa ini dijadikan sebagai basecamp oleh para pendaki sebelum melakukan pendakian. Saat ini, kedua desa tersebut mampu mengelolah wilayahnya dalam hal wisata pendakian dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) berstandar internasional. Sehingga, tidak dapat dipungkiri bahwa Gunung Semeru dan Gunung Rinjani termasuk ke dalam kategori wisata pendakian favorit oleh para turis lokal maupun turis mancanegara setiap tahunnya. Pertanyaan kemudian adalah apakah Desa Latimojong berpotensi seperti itu?

Pegunungan Latimojong dan Potensinya

Secara administratif pegunungan Latimojong terletak di Kabupaten Tanah Toraja di sebelah utara, Kabupaten Luwu di sebelah timur, Kabupaten Sidenreng Rappang di bagian selatan, dan di bagian barat terdapat Kabupaten Tana Toraja dan Kabuaten Pinrang. Setidaknya, akses jalur menuju puncak Rante Mario adalah yang favorit digunakan para pendaki hanyalah Dusun Karangan, karena estimasi waktu sebagai alasan utamanya. Dibandingkan dengan wilayah lain, Dusun Karangan hanya memerlukan waktu selama kurang lebih 12 jam perjalanan untuk sampai di Pos 7 sebagai tempat basecamp terakhir. Setelah itu, para pendaki hanya memerlukan waktu perjalanan selama kurang lebih satu jam menuju puncak Rante Mario, yang kebanyakan dilakukan pada waktu dini hari atau sekitar pukul 04.00 dengan alasan menanti sunrise (matahari terbit) dengan keindahan alam yang menakjubkan.

foto by Wall Masry

Puncak Rante Mario berada pada ketinggian 3.478 meter dari permukaan laut. Selain Rante Mario, diketahui terdapat beberapa puncak lainnya seperti puncak Nenemori, Sinaji, Sikolong, Rante Kambola, Bajaja, dan Latimojong yang termasuk dalam deretan puncak di pegunungan Latimojong. Puncak-puncak tersebut dapat didaki dengan titik awal pendakian di Dusun Karangan, sehingga salah satu alasan mengapa Dusun Karangan sangat padat oleh para pendaki setiap tahunnya, terutama di waktu libur.

Memasuki tahun 2019, akses utama menuju Dusun Karangan tergolong sangat mudah dibandingkan beberapa tahun belakangan. Dengan akses darat yang cukup baik, saat ini menuju perkampungan tersebut dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua. Dulunya hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda empat bak terbuka dan atau mobil Jeep. Jarak dari ibu kota kecamatan ke Dusun Karangan cukuplah jauh, sekitar 14 kilometer dan dari ibu kota kabupaten yaitu kota Enrekang berjarak 57 kilometer. Namun, jarak tersebut tentu bukanlah masalah bagi para wistawan pendaki ataupun pecinta alam, sebab jalur yang dilalui menawarkan panorama alam yang indah serta keunikan dan kekhasan dari perkampungan warga yang dilalui.

Potensi Pegunungan Latimojong bukan hanya terletak pada keindahan alam puncak-puncaknya. Pegunungan yang termasuk dalam kategori hutan hujan tropis ini (baca: hutan hujan) menyimpan kekayaan alam yang sangat melimpah seperti keanekaragaman flora dan fauna. Selain itu, potensi alam seperti sungai, air terjun, perkebunan penduduk (kopi, cengkeh, lada, dan kakao), adat istiadat, seni, dan budaya tentunya sangat potensial untuk dikelolah secara profesional oleh penduduk dan pemerintah setempat.

Foto By Wall Masry

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bone & Atkins (2013), dalam Edinburgh Journal of Botany melaporkan bahwa terdapat empat jenis spesis flora Cyrtandra baru di pegunungan Latimojong dan sejauh ini yang dapat diinventarisasi hanya terdapat 24 spesies. Tentunya, jumlah tersebut masih sangat sedikit apabila dilihat dari luasnya pegunungan ini.

Selain jenis flora, pegunungan Latimojong juga memiliki beberapa jenis fauna endemik. Seperti keanekaragaman tikus yang telah diinventarisasi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Esselstyn., Achmadi., & Rowe (2012) dalam jurnal Biologi Letters, menemukan jenis tikus di pegunungan Latimojong yang unik dan langka. Tikus tersebut memiliki moncong yang panjang dan hanya memiliki gigi molar. Secara ekologis tikus ini mirip dengan endogenus tikus Luzon di Philiphina.

Potensi fauna yang tidak kalah menarik adalah hewan endemik asli di pegunungan Latimojong   yaitu   Anoa   (baca: Bubalus    Quarlesi)    yang   patut   untuk dikonservasi. Masyarakat Desa Latimojong menyebut hewan mamalia ini sebagai Tedong Malillin atau Kerbau Hitam. Hingga saat ini, belum terdapat sumber yang melaporkan mengenai perkembangan dan jumlah Anoa di pegunungan Latimojong. Namun, sampai saat ini Anoa masih menjadi hewan perburuan oleh para penduduk di Desa Latimojong untuk diambil tanduk, kulit, dan dagingnya.

Saat ini, jumlah penduduk yang menghuni Desa Latimojong dari hasil laporan Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang tahun 2018, sebanyak 475 kepala keluarga atau sekitar 3.030 jumlah penduduk yang menghuni wilayah ini. Menjadikan Desa Latimojong dengan tingkat kepadatan penduduk relatif masih kurang. Nilai adat istiadat masyarakat masih sangat kental dipraktekkan oleh masyarakatnya, sebagaimana budaya masyarakat agraris oleh kebanyakan daerah di Indonesia. Hal ini menambah peluang bagi kerja kolektif yang kita sebut dengan budaya gotong royong. Dengan adat istiadat masyarakatnya menjadikan peluang dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), merupakan alasan dalam membangun daerah ini dari berbagai sektor, utamanya sektor pariwisata alam.

Strategi Pengembangan Taman Wisata Alam Latimojong

Strategi pengembangan wisata alam Latimojong dapat dilakukan dengan pelbagai cara dengan mengikuti modal manusia, sosial, dan usaha berbasis konservasi alam. Modal manusia dan modal sosial berupa kelembagaan atau organisasi masyarakat desa, seperti karang taruna, koperasi, dan organisasi kepemudaan yang terdapat di Kabupaten Enrekang dapat bersinergi dan bekerjasama membangun suatu forum yang struktural.

Merujuk dafinisi dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bahwa Kawasan konservasi merupakan wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan yang dilindungi agar kondisinya tetap lestari. Kawasan konservasi dikelompokan berdasarkan fungsinya, sesuai dengan potensi dan kondisi alam daerah tersebut. Kawasan konservasi dalam pengelompokannya dibedakan ke dalam tiga jenis. Diantaranya; (1) kawasan pelestarian alam, terdiri dari taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya; (2) kawasan suaka alam, terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa; dan (3) taman buru, yaitu kawasan hutan yang dapat dilakukan dengan kegiatan berburu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pegunungan Latimojong, sebagaimana kategori di atas, sangat tepat apabila dikembangkan sebagai “Kawasan Pelestarian Alam” dan mejadikannya sebagai “Taman Wisata Alam”. Sebagaimana namanya, taman wisata alam dijadikan sebagai tempat berwisata alam. Akan tetapi, bukan berarti seluruh wilayahnya difungsikan sebagai kegiatan wisata. Hanya pada lokasi yang telah ditentukan saja pengunjung dapat masuk untuk berwisata, kecuali untuk kepentingan penelitian. Misalnya, sepanjang jalur pendakian dari Dusun Karangan menuju puncak Rante Mario dan puncak-puncak pegunungan Latimojong yang lain ditetapkan sebagai taman wisata alam. Selebihnya, kawasan pelestarian alam pegunungan Latimojong dimanfaatkan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam pengembangan kegiatan penelitian.

Konservasi alam dilakukan dengan pemanfaatan keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna endemik. Selain itu, taman wisata alam juga dapat memanfaatkan daya tarik keindahan alam seperti, bentang alam, pemandangan alam, wisata pengenalan alam, joging, marathon, kawasan hutan atau jalur pendakian dikelola serta dikembangkan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, olahraga, dan ilmu pengetahuan. Untuk menunjang dan sebagai daya tarik wisatawan, niai-nilai eksotik budaya lokal seperti, kesenian, kuliner, dan upacara adat dapat dikembangakan sebagai upaya pengembangan SDM di Desa Latimojong.

Pengembangan taman wisata alam Latimojong dilakukan dengan membentuk forum pembinaan jasa wisata sebagai sarana komunikasi dan konsultasi terkait wisata alam pegunungan. Dengan adanya forum, kemungkinan untuk promosi, pembangunan fasilitas pendukung, serta pemahaman peraturan perundang-undangan tentang usaha taman wisata alam akan terlaksana. Forum pembinaan jasa wisata dapat bersifat organisasi bentukan baru atau organisasi masyarakat seperti karang taruna, kelompok tani, dan koperasi yang sudah terbentuk di Desa Latimojong.

Agar terbentuk suatu struktur organisasi yang berkelanjutan tentunya para pengembang mempelajari dan memperhatikan tentang izin usaha pengembangan taman wisata alam. Tata kelolanya diatur sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 Kementrian Kehutanan. Dengan adanya forum, dapat menjadikan kawasan pegunungan Latimojong sebagai kawasan wisata alam yang dijalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terbentuknya forum akan menjadikan Dusun Karangan sebagai base camp para wisatawan. Sehingga, terbentuk jasa informasi pariwisata, jasa pramu wisata (interpreter atau pemandu), jasa transportasi, jasa penginapan, jasa perjalanan wisata, jasa makanan, minuman, dan jasa cinderamata.

foto by Wall Masry

Terbentuknya forum juga memiliki misi dalam menjaga kelestarian alam, melaksanakan pengamanan terhadap kawasan taman wisata alam, merehabilitasi kerusakan lingkungan alam, menyampaikan laporan kegiatan usahanya, serta menjaga kebersihan lingkungan. Sehingga, pemandu wisata atau tour guide adalah penduduk setempat yang dibimbing dan dibina melalui kebijakan forum yang terbentuk. Pembinaan ini berupa materi SOP pendakian yang telah ditetapkan. Sementara itu, para pendaki atau pelaku wisata wajib mematuhi peraturan-peraturan dalam melakukan pendakian, seperti menghormati adat istiadat masyarakat setempat, manajemen pendakian, manajemen administrasi, serta menjaga kelestarian alam berbasis konservasi.

Tujuannya adalah pembentukan SDM kreatif dan unggul yang memanfaatkan sumber daya alam di daerahnya. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolahan taman wisata alam juga akan mengurangi kesenjangan sosial dalam suatu masyarakat tentang pekerjaan yang layak. Terbentuknya lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar, misalnya penduduk dapat menjadi tour guide bagi para pendaki. Di sisi lain, masyarakat setempat dapat mengembangkan bisnis souvenir, outbound, wisata agro, jasa porter, penyewaan outdoor equipment merupakan peluang bisnis yang ditawarkan kepada para wisatawan.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa model pengelolahan taman wisata alam di pegunungan Latimojong dan Dusun Karangan sangat tepat untuk diterapkan demi mendukung program pemerintah dalam hal pengembangan pariwisata alam di Kabupaten Enrekang. Output-nya adalah kesejahteraan sosial, ekonomi, dan tentunya pelestarian hutan pegunungan Latimojong. Selain itu, kawasan pegunungan Latimojong dapat berpotensi untuk dikembangkan menjadi “Taman Nasional Latimojong”.

Tulisan ini pernah diikutsertakan dalam Lomba Esai “Potensi Lokal Enrekang” tahun 2019 yang diadakan Dispustaka Enrekang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *