Potensi Wisata Alam Enrekang dan Potensi Warga Binaan Pemasyarakatan

oleh Darmawan Maun

Bicara tentang potensi wisata alam Kabupaten Enrekang saya rasa cukup banyak. Jika dikaitkan dengan keempat tema yang diangkat pada ajang lomba penulisan essai kali ini, saya tertarik mengutarakan satu gagasan yang berkaitan dengan keempat tema yaitu kuliner, alam, wisata dan kopi

Ada sisi lain dalam dinamika sosial yang belum sepenuhnya mendapat perhatian khusus, dari kalangan pengusaha maupun pemerintah yakni para Warga Binaan Pemasyarakatan khususnya pada Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Enrekang. Paradigma kebanyakan orang tentang Warga Binaan Pemasyarakatan menyamarkan potensi personal yang ada kaitannya dengan keempat tema di atas.

Di Enrekang belum pernah saya jumpai tempat penjualan souvenir atau cinderamata kecuali kuliner khas Bumi Massenrempulu. Bukan berarti minimnya pengrajin kesenian, terbukti pada Rutan Enrekang banyak kerajinan tangan tercipta dari kreativitas Warga Binaan Pemasyarakatan. Jutaan potensi dapat dilakukan di dalam Rutan Enrekang. Namun, kurangnya sentuhan khusus dari para pemikir, pengusaha maupun pemerintah.

Pada dasarnya daerah wisata manapun sering kita jumpai lokasi khusus penjualan cinderamata  seperti Malioboro di Kota Jogjakarta. Kenapa tidak jika kita bicara tentang potensi daerah, kita juga memperhatikan segi kerajinan tangan sebagai pendukung daerah wisata.

Mungkin harusnya ada figur yang jadi konjungsi Warga Binaan Pemasyarakatan dengan dunia luar, semoga Yang Maha Kuasa meridhoi sehingga Warga Binaan yang menjalani tanggung jawab terhadap hukum sedikit bersikap produktif. Bukankah anggaran Negara tidak sedikit untuk Warga Binaan?

Hampir segala jenis kerajinan tangan bisa diproduksi melalui tangan kreatif Warga Binaan, mulai dari bahan kertas, rak telur, kayu, bambu, logam dan lainnya. Di samping Warga Binaan unggul dari segi waktu, potensi kreatifitas mereka juga bisa diandalkan.

Kabupaten Enrekang merupakan tempat persinggahan para pengunjung salah satu kota wisata di Sulawesi Selatan, yakni Tana Toraja. Sebelum memasuki Tana Toraja pengunjung disuguhi panorama alam yang tidak kala menarik dari tampilan eksotik Gunung Nona dan perkasanya Gunung Bambapuang, keduanya diapit oleh Sungai Saddang salah satu Sungai terpanjang di Sulawesi. Konon Bambapuang simbol laki-laki dan Gunung Nona simbol perempuan. Letaknya berada di Resting, Kecamatan Anggeraja, Kecamatan kedua terakhir di Enrekang sebelum memasuki kawasan Tana Toraja jika kita dari arah Kota Makassar.

Enrekang memang berpotensi menjadi Kabupaten Wisata dikarenakan bentangan alamnya yang nan indah ada banyak gua bagi para pecinta susur gua, air terjun, gunung dan lain sebagainya. Bahkan atap tertinggi Sulawesi Selatan ada di Kabupaten Enrekang, yakni M.T. Rantemario 3487 MDPL puncak tertinggi dari Pegunungan Latimojong.

Untuk mendukung suatu kabupaten wisata mestinya ada semacam sentral penjualan kerajinan tangan dan saya anggap Resting Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang adalah tempat strategis untuk itu. Di Resting kerap kali ramai disinggahi para pengguna Jalan Poros Makassar-Toraja. Bukan cuma karena banyaknya penjajal makanan atau warung, namun karena memang daya tarik tersendirinya. Di Resting kita tepat berada di daerah dengan jalanan yang berkelok-kelok khas pegunungan. Udaranya sejuk, pemandangan mantap. Resting kaki gunung legenda di Bumi Massenrempulu yaitu Gunung Bambapuang, gunung dengan susunan-susunan tebing dan semak rumput dengan ketinggian kurang lebih 1500 MDPL menampilkan kesan keperkasaan dengan daya tarik magis bagi orang tertentu meskipun baru pertama kali melihatnya.

Dari segi spiritual, orang dulu mengenal Gunung Bambapuang dengan sebutan Eran di Langi’, “Jalan Menuju Langit”. Di atas gunung tersebut ada beberapa gua yang mungkin sebagai tempat bertapanya para penggiat dunia spiritual zaman dahulu. Konon Bambapuang adalah portal ke dunia lain. Menurut cerita orang dulu, Bambapuang adalah tempat turunnya Tomanurung yang melahirkan beberapa anak Payung Ri Luwu’, Matasak Ri Tangsa (Cikal Bakal Toraja), Makku Ri Bone dan Somba Ri Gowa. Dari Bambapuang jugalah katanya muncul slogan Bumi Massenrempulu yaitu “Tana Ri Galla Tana Ri Abbusungi” (tanah yang diagungkan dan dikeramatkan).

Di Resting pula lah tempat spot yang baik untuk melihat tampilan gunung yang mirip kelamin wanita “Gunung Nona” atau Buttu Kabobong. Menurut cerita, Buttu Kabobong adalah buah dari kisah cinta pangeran dari Tanah Bugis dengan seorang gadis cantik di Massenrempulu, singkat kisah karena tidak adanya restu dari Raja maka cinta sang gadis mengikut kepada sang pangeran. Namun jasadnya tetap tinggal di Bumi Massenrempulu. Itulah yang menjadi Gunung Nona yang dikenal saat ini.

Antara potensi kerajian tangan Warga BInaan dan wisata alam Kabupaten Enrekang bisa saja terealisasi dengan tersedianya tempat penjualan kerajinan tangan di Resting. Warga Binaan sebagai salah satu produser kerajinan tangan dan Resting sebagai wadah pemasaran dengan lihai dari pengusaha ataupun pemerintah setempat.

Bagi saya, wisata Enrekang punya kaitan dengan Warga Binaan dan dapat berkembang jika mendapat perhatian khusus dari kalangan yang mampu dan punya wewenang. Mungkin tak mengapa Resting jadi pusat souvenir Kabupaten Enrekang dengan dukungan daya tarik Bambapuang, Gunung Nona dan Sungai Saddang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *