Bertempat di Aula Dispustaka, Diskusi Membaca dengan topik “Sinergi dan Strategi Massenrempulu Membaca” (5/6/2019) dihadiri oleh para mahasiswa, pemuda, pegiat literasi/TBM, dan para pustakawan. Dalam diskusi tersebut hampir semua peserta membagikan ide dan masukan terkait dorongan membaca.
Diskusi ini dilaksanakan untuk menampung ide-ide dan pengalaman peserta yang bisa dipraktikkan untuk mendorong tumbuhnya membaca. Selain itu, diharapkan setelah kegiatan ini dapat terajut sinergi dan strategi bersama mewujudkan ide-ide yang disampaikan peserta.
Musdin, yang merupakan pemustaka aktif di PUKE selama ini menerangkan bahwa sebenarnya kegiatan-kegiatan perpustakaan telah banyak dilakukan, namun signifikansi orang datang membaca harus ditingkatkan. Disamping itu memang pemasyarakatan membaca masih tersentral pada kalangan pelajar dan mahasiswa, belum signifikan pada masyarakat umum.
Karena itu, ia pun mengharapkan dukungan pemerintah, tidak hanya dari Dispustaka, tapi dalam skala kebijakan pemerintah daerah, yang selanjutnya dapat melibatkan stakeholder terkait isu literasi. Ia menambahkan, salah satu tawaran konkret yang bisa dilakukan yaitu menyediakan sarana membaca di ruang-ruang publik.
Suprianto, mahasiswa STKIP Muhammadiyah Enrekang, prihatin melihat selama ini kegiatan seperti diskusi buku maupun menulis masih kurang diminati. Padahal menurutnya perpustakaan telah memfasilitasi banyak kegiatan pengembangan literasi. Baginya, kebanyakan orang saat ini cenderung menghabiskan waktu dengan bermedia sosial ketimbang membaca dan datang berdiskusi. Senada dengan Musdin, ia pun menyarankan perlunya ruang baca hadir di ruang publik seperti cafe dan pos ronda.
Sementara itu, Suherman, dosen yang juga pekerja seni, menjelaskan bahwa sesungguhnya membaca bukan persoalan baru, tapi sejak dulu menjadi diskusi. Namun ia mengajak para peserta agar tak berdiam diri, tetapi berupaya melakukan penyadaran akan pentingnya membaca pada masyarakat. Bahkan menurutnya, perlu melakukan ‘penekanan’ yang bisa diterapkan di sekolah, sebab budaya membaca harus terpicu sejak dini. Dan tentunya mendorong ada aturan terkait penumbuhan minat membaca itu.
Di sisi lain, Aris Yasin, yang merupakan ASN di salah satu OPD, memulai dengan mengajak peserta untuk membongkar paradigma tentang kultur literasi. Literasi tidak bisa ditafsirkan hanya membaca. Dan menurutnya, pendekatan literasi tidak perlu terlalu birokratis, dan pemerintah bukan satu-satunya sektor yang punya peran menggerakan literasi.
Berbeda dengan Suprianto, pendapat Aris Yasin, justru sebenarnya media sosial dapat mempercepat akses literasi, bilamana digunakan secara positif. Dan bimbingan ke arah itulah yang harus dikerjakan.
Bagi Aris, mengajak membaca dan melakukan perubahan memang tidak selalu digerakkan dari kelompok besar. Yang terpenting katanya, dapat dijalankan dengan fokus dan konsisten.
Untuk menjadikan literasi membumi, dapat dilakukan adaptasi dan mengikuti tren kekinian sehingga menjadi ruang getar literasi. Jika bisa pemerintah menghadirkan internet terjangkau, berkampanye keliling desa ‘membangunkan’ perhatian literasi di desa, menyediakan buku-buku, perbanyak komunitas baca, hingga gelar diskursus secara inklusif dan intensif.
Hasri Ainun, perempuan yang aktif mengikuti kegiatan-kegiatan di Perpustakaan, mengakui perpustakaan Enrekang sudah maju. Sekalipun begitu, masih terdapat kekurangan yang bisa diperhatikan, seperti koleksi buku yang terkadang mungkin masih belum dijumpai pemustaka, sehingga terkadang ia harus mencarinya di toko online. Di samping itu, ia mendorong perpustakaan bekerjasama dengan cafe-cafe yang ada di Enrekang, agar disana tersedia buku yang bisa dikonsumsi secara santai.
Hal yang sama dari Dedi, ketua BEM STKIP, juga mengharapkan ada semacam penekanan wajib membaca, disamping upaya mendorong kesadaran.
Engky, aktivis HMI Enrekang, mengungkapkan perlunya ada ruang menampung ide-ide dari peserta, ibaratnya kita sudah punya pelabuhan tinggal kapalnya yang belum ada. Maka ia pun mengusulkan ada semacam organisasi atau komunitas yang dapat menggerakkan ide-ide dari peserta. Dan menurutnya dapat dimaksimalkan oleh pemuda-pemuda yang ada di Enrekang.
Menyambung ide Engky, Herman yang juga aktivis HMI Enrekang, juga mendorong terbentuknya komunitas atau semacam gerakan bersama dari teman-teman untuk mengaktualisasikan ide-idenya. Dan tentu juga tak lupa agar diaktifkannya ruang diskusi buku secara rutin, metodenya bisa dengan mengkaji bab per bab dari buku yang akan dibincangkan.
Lain lagi dengan Lil Yusram, mahasiswa yang selama ini aktif mengikuti diskusi, mengajak agar kegiatan literasi konsisten dilakukan. Ia menganggap pemerintah hanya menjadi fasilitator, maka kita harus memanfaatkan kegiatan yang diadakan dengan antusias. Demikian peran kita juga semestinya turut mendorong masyarakat yang lain untuk datang ke perpustakaan membaca.
Dandi Wardandi, yang selama Festival Massenrempulu Membaca 2019 digelar dari tanggal 1-5 selalu hadir, membagikan pengalamannya ketika terpicu dan mulai aktif membaca. Ceritanya, ia mula-mula dijebak oleh teman-temannya agar datang ke rumah kos temannya, dan ternyata yang ia jumpai di sana adalah aktivitas diskusi buku. Dan dari situlah ia kemudian tercebur dalam dunia baca. Karena itu, baginya lingkungan dan teman dapat memicu orang membaca.
Dari sisi pegiat literasi, Wahyu yang bergiat di TBM Bo’ Kampong, menceritakan pengalamannya selama berliterasi di TBM Bo’ Kampong, Benteng Alla. Dikatakan, memang selama ini mereka sudah jalan dengan motor pintar, namun peminatnya lebih dominan anak-anak, sementara terkadang koleksinya pun sudah dibaca oleh anak-anak. Seringkali juga karena kesibukan, kegiatan yang diadakan kurang terencana dengan matang.
Pegiat literasi lainnya dari TBM Tuara, Amelia, lebih mengajak para mahasiswa dan pegiat literasi untuk berkolaborasi dalam kegiatan-kegiatannya. Ia menceritakan kegiatan yang pernah dilaksanakan itu masih lebih fokus pada anak-anak, karena memang waktu senggang mereka ada. Tidak sama dengan warga umum yang punya banyak kesibukan.
Akhirnya Diskusi ini ditutup dengan ajakan dari Suherman tentang pentingnya kita memulai dari diri sendiri. Jadi peserta yang hadir dululah yang harus membaca, ajaknya. Nanti selanjutnya, kita juga menantikan upaya dari pemerintah untuk menelurkan dorongan yang komit melalui peraturan atau kebijakan terkait membaca.