Siang itu di pojok ruang baca Perpustakaam Umum Kabupaten Enrekang, selepas menunaikan shalat jumat (13/10/2019), Nurul Q Fauzy sudah duduk menanti peserta Bincang “Pemikiran Aristoteles”. Datang dengan semangat berbagi atas hasil membaca terhadap berbagai sumber tentang Aristoteles.
Ia memang didaulat minggu lalu menjadi pemantik bincang. Ia menebus ketidakhadirannya pada saat mendapat giliran membahas Plato bulan lalu. Tapi jangan salah, ia berkesempatan melengkapi pengetahuannya atas dua filsuf yang punya interaksi begitu erat antara guru dan murid.
Sejam kami menunggu peserta yang entah berapa jumlahnya. Tampak Suherman, seorang dosen yang juga teman diskusi mahasiswa, bercengkrama dengan santai bersama Irsan, pustakawan yang fasilitator Klub Baca Pemustaka ini. Hingga pukul 15.00, dengan 5 orang yang sempat hadir, kami memulai agenda bincang dengan sesantai mungkin.
NQ Qauzy membuka pembahasan dengan pertama-tama menceritakan pengembaraan Aristoteles dalam dunia pemikiran. Lalu menitikkan poin-poin gagasannya, diantaranya tentang logika, silogisme, kausalitas (sebab-akibat), hingga empirisme.
Qauzy dengan kagum, berpendapat bahwa pemikiran Aristoteles begitu banyak berkonstribusi bagi kehidupan intelektual hari ini. Ia membaca, pengaruh pemikiran Aristoteles menjadi inspirasi tokoh-tokoh pembahas teologi seperti Thomas Aquinas dan Ibnu Rusyd. Bahkan Engky, panggilan Qauzy, menyatakan wajar bila Aristoteles disebut bapak Logika.
Setelah diberi pengantar oleh Engky, lanjut giliran peserta berbicara. Dedi menekankan pada perbedaan pemikiran Aristoteles dengan sang guru Plato. Meski berangkat dari respon terhadap Plato, Aristoteles punya ‘temuan’ perihal mendudukkan kebenaran. Plato berangkat dari idealisme, sementara Aristoteles menekankan pada hal yang konkret dari pengamatan.