Sore itu (17/5/2017) gerimis menyertai perjalanan menuju desa Mendatte. Saya dan beberapa rekan kerja diundang menghadiri acara peluncuran Taman Baca Mareka. Di atas motor matic, saya berpacu dengan gerimis yang membasahi pakaian sedikit demi sedikit. Bagian yang paling menyenangkan bagi saya, kala menuntaskan jarak hingga tiba di tujuan tanpa basah kuyup, apalagi saat hujan deras mengancang-ancang. Dan beruntung, saya tiba dengan aman.
Setibanya disana, saya lekas disambut salah seorang pencetus berdirinya Taman Baca Mareka. Namanya Agil. Ia saya kenal sebagai Barista di tempat yang saya datangi ini. Maklum, Taman baca Mareka berada di area Cafe Majao yang dikelolanya. Tepatnya masih di kompleks rumahnya.
Saya pun melangkah masuk ke cafe Majao. Di dalam sudah ada Kadis dispustaka dan Kabid Pengembangan Bahan Pustaka yang sudah sejam sebelumnya tiba memakai mobil Perpustakaan keliling. Mereka tampak menikmati hidangan kopi dan jagung yang disiapkan oleh panitia. Tak lama setelahnya, keduanya mengenakan baju bertuliskan nama taman baca yang dihadiahkan panitia. Saya mengganggap persiapan acaranya cukup serius.
Beberapa saat setelah rekan-rekan yang lain tiba dan diisi oleh tamu undangan, acara pun dimulai. Di bawah atap yang berbahan alami, dimulailah peluncuran Taman Baca Mareka. Bertepatan dengan Hari Buku Nasional, 17 Mei 2017, peluncuran ini menjadi langkah awal untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa di desa Mendatte tersedia layanan membaca dan memperoleh informasi.
Acara ini dikemas dengan suguhan musik dan puisi, sambil menyeruput kopi khas Enrekang. Di taman baca ini juga digelar lapakan buku-buku. Hal ini dilakukan untuk membuka akses bacaan bagi masyarakat yang ingin memiliki buku.
Pada sesi sambutan, pemerintah desa yang diwakili Sekdes Mendatte, mengapresiasi karya masyarakatnya atas terbentuknya ruang belajar tersebut. Dengan kreasi yang dilakukan, pemerintahan desa mengajak pengelola TBM untuk merumuskan dan menyusun program pengembangan TBM pada saat Musrembang. Disamping Sekdes juga menyarankan agar pengelola mencari tambahan pengetahuan ke ruang baca lainnya.
Dan yang tak kalah penting, Sekdes Mendatte mengajak pengunjung mensosialisasikan taman baca tersebut untuk mencari ilmu, tidak terkecuali siapapun temasuk petani di Mendatte.
Sementara dalam sambutan Kadis Dispustaka Enrekang, melihat kreasi yang diluncurkan oleh warga Mendatte merupakan usaha membekali keterampilan masyarakat. Menurutnya sumber daya alam yang ada di Mendatte senantiasa perlu ditopang dengan fasilitas ruang belajar informal, karena ilmu formal bukanlah suatu hal yang mutlak mendukung keberhasilan.
Dari itu, Drs. Arlansyah mengharapkan TBM pandai-pandai melihat kondisi dan kebutuhan masyarakat itu. Misalnya perihal bagaimana bercocok tanam yg baik, karena akan berbeda bercocok tanam dari tradisi beracuan pada informasi dan ilmu pengetahuan. Sehingga tingkat kejenuhan petani dalam mengelola tanaman dapat diarahkan ke sumber informasi.
Lebih jauh, kadis Dispustaka meminta pengelola TBM agar giat mengadakan pelatihan-pelatihan, seperti pelatihan komputer yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Disamping mengenalkan IPTEK, ia juga memberi masukan agar peserta dibekali dengan pengetahuan IMTAK, agar menjadi pedoman untuk mengakses informasi secara positif.
Diakhir sambutan, ia mengharapkan dengan adanya pembiasaan membaca di desa, akan memicu potensi masyarakat berinovasi. Karena menurutnya, membaca adalah jantung pendidikan.
Selepas sambutan, para tamu-tamu diajak menikmati Baro’bo. Hidangan ini sekaligus menambah kehangatan suasana pada sore itu.
Saya sendiri menyempatkan diri melihat-lihat desain rak yang berbahan kayu dan bambu. Sewaktu pertama kali datang kesini, bukunya masih diletakkan di dalam ruang layanan komputer. Saat itu dikerja oleh pemuda-pemuda yang terlibat dalam pendirian taman baca ini. Kesannya sederhana tapi elegan dan kreatif. Ini menandakan bahwa kreasi tradisional juga tampak estetik.
Hingga pukul 21.00 WITA, saya bercengkerama dengan beberapa orang yang baru saya kenal. Saya merasa bersyukur bisa merasakan atmosfer yang dipenuhi perbincangan. Setiap orang terlihat punya cerita yang ingin disampaikan. Dan malam itu, saya banyak mendengar perihal yang saya tidak ketahui. Mulai dari tentang wisata, ruang baca dan hal-hal yang remeh-temeh. Memang disaat seperti itu, kadang kita harus menjadi pendengar dan memberikan ruang orang-orang menyalurkan pengalaman dan pengetahuannya.
Suasana itu tak lama saya rasai, sebab saya harus memutuskan pulang. Tapi antusias peluncuran taman baca ini memberikan bahan renungan sepanjang perjalanan kembali kerumah. Bahwa ruang baca mesti diisi dengan nuansa yang kreatif dan penuh dengan perbincangan yang hangat.