Khilda Tazkia (Pelajar SMAN 2 Enrekang)
“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Apapun yang kita alami, jangan pernah menyalahkan keadaan.” (Tere Liye)
Dorongan untuk membaca buku ini, yang pertama karena penulisnya adalah Darwis (Tere Liye). Tentunya, ia tidak pernah gagal membuat orang tidak menyukai hasil karyanya. Dan dorongan kedua ialah saat menemukan buku Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin ini, sampul berwarna hijau muda dan terdapat gambar daun di depannya sudah tampak kucel dan bahkan sudah beberapa kali diperbaiki (dengan selotip), itu tandanya buku ini digemari banyak pemustaka. Jadi kuputuskan untuk memilih buku tersebut dan kubawa pulang (pinjam) untuk kubaca di rumah. Membaca di kamar sendiri memang lebih asyik, walaupun di perpustakaan sebenarnya sudah tenang, sejuk, dan nyaman.
Oke, kembali ke topik.
Membaca buku karya Tere Liye ini tidak tanggung-tanggung membuatmu “seperti” terhipnotis. Membacanya bisa membuatmu terharu, sedih, bahagia, bahkan tertawa sendiri (pengalaman pribadi).
Jadi. Ceritanya bermula dari Tania, gadis kecil yang hidup dalam kesulitan ekonomi bersama ibunda yang sakit-sakitan dan Dede (adiknya) yang bertaut 5 tahun dari usianya. Mereka hidup di rumah kardus semenjak ayahnya wafat sehingga menyisakan kerumitan hidup yang berat ke Tania dan ibunya.
Mereka diterpa berbagai cobaan, mulai dari diusir dari kontrakan, ibu yang sering sakit-sakitan, dan Tania dan Dede akhirnya pasrah keluar dari sekolah, lalu menjadi pengamen. Hingga datanglah seorang “malaikat” bernama Danar yang mengubah cerita perjalanan hidup Tania, bahkan diam-diam disukainya.
Buku ini keren! Sebab itu bacalah lebih lanjut, dan resapi kisahnya.