Ba’tan Tanaman Bernutrisi yang Terabaikan

oleh Dwila Nur Haq

Jawawut yang dalam bahasa Duri/Enrekang di sebut Ba’tan merupakan salah satu tanaman pangan. Tinggi tanaman ini berkisar antara 90-150 cm bahkan ada yang lebih dari itu. Tanaman ini kurang tahan terhadap genangan air ketika masa pertumbuhan layaknya padi, namun rentan juga dengan musim kemarau yang berkepanjangan. Bulirnya kecil hanya memiliki diameter sekitar 3 mm saja.

Warna bulirnya beraneka ragam mulai dari warna hijau, kuning, ungu, hitam hingga jingga kecokelatan. Ba’tan siap panen setelah berumur  hari. Jawawut bisa tumbuh di berbagai jenis tanah, dari tanah liat hingga tanah yang mengandung banyak pasir. Tanaman ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1.800 mdpl, sangat cocok untuk daerah di Enrekang. Sayangnya untuk saat ini sudah sangat sulit untuk dijumpai.

Tanaman ba’tan yang berusia 60 hari

Di Kabupaten Enrekang wilayah Duri terdapat jawawut di desa Tangru, Kecamatan Malua, Kabupaten Enrekang. Hanya sebagian kecil warga di desa ini yang menanam tanaman ini. Salah satunya petani ba’tan Bapak Abd.Kadir (45) yang mempunyai ladang ba’tan di Desa Tangru. Ladangnya tidak terlalu luas, hanya sekitar  meter saja. Kata Pak Kadir “Pada zaman dahulu, orang-orang di sini hanya memakan ba’tan sebagai asupan pengganti karbohidrat. Karena pada zaman dahulu padi sangat sulit untuk ditemukan di daerah kami. Namun tanaman bernutrisi ini telah diabaikan oleh masyarakat di daerah kami”.

Cara penanaman ba’tan sangat sederhana cukup dengan ditabur di ladang. Namun pada kenyataannya tanaman yang mudah ditanam ini sudah sangat jarang dijumpai di Enrekang. “Ba’tan di sini tidak disiram, murni bantuan dari air hujan” lanjut Pak Kadir dengan penuh semangatnya. Pada saat bulirnya telah terisi, ba’tan harus dijaga layaknya ketika menjaga padi dari burung pipit. Ba’tan dipanen dengan cara memetik ujung tangkai bulirnya saja. Selanjutnya akan dijemur dengan sinar matahari guna mempermudah pelepasan kulit pada bulirnya. Cara memisahkannya cukup dengan ditumbuk menggunakan issong yaitu alat penumbuk tradisional dari kayu, ataupun cukup dengan meremas-remas bulirnya saja.

Masyarakat di Desa Tangru biasanya mengolah ba’tan menjadi nasi, dadoro atau dodol, baje, lappa-lappa, sokko bahkan dibuat menjadi tepung. Pengelolahan ba’tan yang paling sering dilakukan adalah mengolahnya menjadi sokko dengan pemanfaatannya sama dengan mengolah beras ketan yang kemudian dicampur dengan kelapa dan gula merah. Selain sebagai bahan makanan, ba’tan kerap dipergunakan sebagai pakan ternak terutama daunnya dan sebagai pakan burung.

Observasi Ba’tan yang berusia 60 hari

Harga ba’tan per liternya seharga Rp.27.000 sangat jauh dari harga beras yang hanya berharga Rp.7.000 per liternya saja. Mungkin perbedaan harga yang cukup jauh ini membuat warga jarang mengonsumsi ba’tan. Dari segi nutrisi, ba’tan jauh lebih baik dibandingkan dengan beras. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan karbohidratnya sebanyak 75% yang mendekati kandungan karbohidrat beras yaitu sebesar 79%. Keunggulan lainnya adalah proteinnya sebanyak 11% yang lebih tinggi dari beras yang hanya 7% saja. Selain itu ba’tan mengandung lemak sebanyak 3,5 gr serta  vitamin A, B1 dan C yang baik bagi tubuh.

Banyak masyarakat yang menganggap tanaman ini sudah kuno karena sangat jarang kita jumpai. Bahkan sebagian masyarakat menganggap tanaman ini sudah kuno. Ketidakpedulian masyarakat terhadap tanaman ini membuat keberadaannya sangat sulit untuk dijumpai. Bahkan warga Enrekang ada yang tidak mengetahui jenis tanaman ini. Cara merawatnya juga tidak terlalu sulit, dan pertumbuhannya yang sangat singkat. Selain menyehatkan, ba’tan juga dapat membantu perekonomian masyarakat Enrekang karena harganya yang cukup menjanjikan.

Banyaknya hama seperti walang sangit dan burung pipit kerap membuat petani risau. Petani biasanya mengusir burung pipit dengan membentangkan tali di keseluruh ujung ladang dan pada ujung tali dilengkapi dengan alat-alat yang dapat menghasilkan suara yang bising seperti kaleng bekas. Ketika burung pipit hinggap di tanaman ba’tan petani segera menarik tali yang tersambung satu dengan yang lainnya sehingga ketika tali ditarik akan menghasilkan bunyi diseluruh ladang dan burung pipit pun pergi.

Kumbang. Salah satu hama yang kerap mengannggu tanaman ba’tan

Sayangnya kini budidaya ba’tan semakin sedikit. Bahkan menjadi tanaman yang sangat sulit ditemukan. Padahal dengan kekayaan nutrisi yang dimilikinya, ba’tan bisa menopang ketahanan pangan di Enrekang. Sayangnya karena kurangnya perhatian pemerintah untuk tanaman ini sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui kandungan yang terdapat pada tanaman ini. Sebaiknya pemerintah memberi penyuluhan kepada petani bagaimana merawat tanaman ini dengan baik sehingga menghasilkan kualitas ba’tan yang baik pula. Sebagai generasi penerus, sebaiknya kita mempertimbangkan sesuatu hal demi kebaikan. Ba’tan merupakan tanaman yang sangat baik bagi kesehatan, lalu kenapa kita menyia-nyiakan tanaman bernutrisi ini? Masyarakat dapat mengolah Ba’tan ke dalam produk yang lebih kreatif agar dapat digemari oleh kalangan konsumen. Kita berharap Ba’tan akan lebih dikenal luas lagi oleh masyarakat bukan hanya berita tentang Enrekang  terkenal dengan pulu mandoti, dangke, dll. Tetapi terkenal dengan ba’tan dengan kualitas terbaiknya pula.

Oleh karena itu pemerintah harus lebih memerhatikan lagi tanaman pangan ini agar dapat menjadi dasar untuk membantu terlaksananya diversifikasi pangan yang selanjutnya dapat mendorong terwujudnya peningkatan ketahanan pangan masyarakat Enrekang.

Penulis adalah Pelajar SMAN 5 Enrekang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *